09 April 2011

Pentingnya Status Akreditasi pada Perguruan Tinggi [Artikel Pendidikan]

Legalkah Kampus dan Ijasah Anda?

Tidak Terakreditasi, Dilarang Terbitkan Ijazah

Sadarkah Anda kalau Anda mungkin kuliah di kampus yang ILEGAL? Atau ijasah yang Anda dapatkan TIDAK DIAKUI? Analisis data yang kami lakukan terhadap data-data PTS memberikan hasil yang mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan. Dari 11.304 Program Studi yang diselenggarakan oleh > 3.000 PTS, ternyata ribuan (per Maret 2010 ada 3.285 Prodi) SUDAH HABIS ijin operasionalnya. Ratusan kadaluarsa bulan ini, dan lebih dari 2.500 Program Studi kadaluarsa tahun ini.

Sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bagi masyarakat, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tentu saja harus memiliki ijin operasional. Ijin ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasonal. Ijin operasional ini diberikan kepada SETIAP program studi yang dimiliki oleh PTS dan harus diperbaharui secara berkala. Artinya, PTS yang menyelenggarakan perkuliahan tanpa ijin dari Dikti (atau ijin operasinya sudah habis masa berlakunya) adalah ilegal, melanggar hukum. Tentu saja Anda tidak akan mau kuliah di kampus seperti ini.

Demi menjaga mutu perkuliahan, sekaligus mutu lulusannya, setiap program studi harus menjalani penilaian melalui proses AKREDITASI. Untuk perguruan tinggi, hal ini dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Hasilnya adalah peringkat akreditasi yang dinyatakan dengan huruf A, B, C, atau D (tidak terakreditasi). Peringkat ini punya masa berlaku (saat ini 5 tahun) dan bisa kadaluarsa.

Dulu, akreditasi ini sifatnya pilihan bagi PT. Artinya, selama memiliki ijin operasional yang sah dan masih berlaku, tidak ada masalah. Tetapi Peraturan Pemerintah (PP) no. 19 tahun 2005 mengubah hal itu. PP tersebut mengatur bahwa mulai tahun 2012, program studi yang tidak terakreditasi TIDAK BOLEH menerbitkan ijasah. Tidak terakreditasi berarti program studi belum pernah menjalani proses akreditasi, atau sudah menjalaninya tetapi dinyatakan tidak memenuhi syarat minimum.

Pertanyaannya bukan: "Adakah PTS, atau lebih tepatnya Program Studi, yang tidak punya ijin operasi (atau habis masa berlakunya)? Atau adakah Program Studi yang tidak terakreditasi (atau akreditasinya sudah kadaluarsa)?" Tetapi: "Berapa banyak?"



Menentukan PTS Pilihan

Submitted by bram on Fri, 22/01/2010 - 19:21

Dari 3.000+ perguruan tinggi swasta di Indonesia, tentu saja tidak semuanya memenuhi kriteria minat, biaya dan prospek yang sudah anda tentukan. Coret PTS yang tidak memiliki program studi sesuai minat anda. Singkirkan PTS-PTS yang biaya kuliahnya terlalu mahal bagi anda, atau terlalu jauh dari tempat tinggal anda sehingga biaya untuk kuliah di sana akan terlalu tinggi. Dengan demikian daftar yang anda miliki akan semakin pendek. Tetapi itupun mungkin masih cukup panjang sehingga memerlukan pendalaman lebih jauh. Faktor apa lagi yang perlu dilihat dari suatu perguruan tinggi untuk menentukan pilihan akhir anda?

Reputasi

Kalau saya harus memilih salah satu PTS tanpa melihat faktor-faktor internal lainnya, pertimbangan utama yang paling gampang saya gunakan adalah reputasi PTS tersebut. Reputasi di sini berarti PTS yang bersangkutan secara umum dikenal sebagai PTS yang baik, memiliki sarana belajar mengajar yang baik dengan fasilitas yang memadai. Lulusannya pun tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan. Bahkan ada lulusan PTS yang menjadi rebutan perusahaan-perusahaan pemakainya.

Apakah tidak mungkin salah jika memilih PTS ini? Harus kita ingat, reputasi tidak datang dalam sekejap. Reputasi ini biasanya dibangun dengan kerja keras dan melalui proses yang panjang. Bisa saya katakan bahwa anda berada on the safe side jika memilih salah satu dari PTS-PTS ini. Bukan berarti lalu anda berhenti di sini saja. Masih ada hal-hal lain yang harus anda cermati.

Status Akreditasi

Status akreditasi ini adalah salah satu faktor yang paling sering digunakan oleh PTS untuk mengiklankan dirinya. Tidak terlalu salah memang, karena hal itu menunjukkan mutu/kemampuan PTS dalam menyelenggarakan suatu program studi. Status ini didapat setelah diadakan penilaian tentang semua unsur yang diperlukan untuk itu, termasuk fasilitas pendidikan, nisbah dosen tetap dan mahasiswa, kurikulum pendidikan, dan banyak hal lainnya. Masalahnya, tidak semua orang memahami dengan jelas tentang status ini, dan tampaknya banyak PTS yang menyadari dan memanfaatkan ketidaktahuan tersebut.

Yang terutama adalah: status akreditasi diberikan kepada program studi di suatu PTS dan bukan kepada PTS yang bersangkutan. Jadi sebetulnya tidak ada istilah PTS yang disamakan. Yang benar adalah (satu atau lebih) program studi di PTS tersebut statusnya disamakan. Mungkin saja PTS tadi memiliki 3 program studi (misalnya A, B, dan C), masing-masing dengan jenjang S1 dan D3. Kalau program studi A jenjang D3 saja (satu dari enam) yang memperoleh status disamakan, apakah tepat kalau PTS tersebut mengatakan statusnya disamakan?

Yang perlu anda ketahui juga, status akreditasi ini menentukan kemandirian suatu program studi dalam melaksanakan proses belajar mengajar, misalnya ujian negara atau penerbitan ijazah. Suatu program studi (sekali lagi bukan PTS) yang sudah dinyatakan terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) berhak untuk menyelenggarakan sendiri semua kegiatannya. Artinya anda tidak lagi harus mengikuti ujian negara yang dilaksanakan oleh Kopertis, dan ijazah yang anda terima cukup disahkan oleh PTS tempat anda kuliah.

Sekali lagi, tanyakan dengan jelas status akreditasi program studi yang anda pilih. Jangan percaya begitu saja dengan klaim yang dikeluarkan oleh suatu PTS tentang statusnya. (Uraian yang lebih rinci tentang hal ini dapat anda lihat pada topik Akreditasi).

Jalur dan Jenjang Pendidikan

Berapa lama anda mau menghabiskan waktu di bangku kuliah? Secepatnya? Berapa cepat? Selain ditentukan oleh kemampuan anda, hal ini juga tergantung dari jalur/jenjang pendidikan yang anda ambil. Pendidikan tinggi di Indonesia mengenal dua jalur pendidikan, yaitu jalur akademik (jenjang sarjana) dan jalur profesional (jenjang diploma). Jalur akademik menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sedangkan jalur profesional menekankan pada penerapan keahlian tertentu. (Untuk lebih lengkapnya silakan lihat Struktur Pendidikan Tinggi).

Dalam kaitannya dengan waktu, jenjang sarjana membutuhkan waktu lebih lama (minimal 8 semester) dibandingkan dengan jenjang diploma (2 semester untuk D1 - 6 semester untuk D3). Hal ini tentu sangat berpengaruh pada biaya yang harus anda sediakan. Banyak orang, yang karena keterbatasannya, lebih memilih jenjang diploma dengan harapan cepat lulus dan mendapat pekerjaan.

Perlu anda ketahui, jenjang diploma dirancang sebagai jenjang terminal. Artinya, lulusannya dipersiapkan untuk langsung memasuki dunia kerja, bukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (walaupun sekarang ada yang disebut program lintas jalur, dari diploma ke sarjana). Ini berbeda dengan jenjang sarjana, yang membuka kesempatan lulusannya untuk terus mengembangkan ilmunya.

Hal lain yang harus anda perhatikan adalah tingkat persaingan di pasar kerja. Kalau banyak tenaga sarjana yang tersedia, perusahaan akan lebih memprioritaskannya dibandingkan lulusan diploma.

Gelar dan Sebutan

Sesudah anda lulus, anda akan mendapat ijazah dan salah satu dari ini: gelar akademis atau sebutan profesional. Yang pertama anda tentu tahu, Sarjana Ekonomi (SE), Sarjana Hukum (SH), dan gelar lainnya. Gelar akademis ini diberikan kepada mereka yang menyelesaikan pendidikan melalui jalur akademik (jenjang sarjana).

Lalu bagaimana kalau kita menyelesaikan pendidikan jalur profesional (jenjang diploma)? Bukan gelar akademis (Sarjana Muda, misalnya) yang kita dapatkan, melainkan sebutan profesional seperti Ahli Madya Komputer (AMd Komp). Sebutan ini mungkin belum terlalu memasyarakat, dan kadang-kadang dianggap kurang bergengsi. Banyak yang masih menggunakan (dan lebih menyukai) istilah D3-Komputer. Anda yang menentukan, gelar atau sebutan yang ingin anda tambahkan di belakang nama anda.

Fasilitas Pendidikan

Gedung megah dan ber-AC saja tidak cukup untuk menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Bukan (hanya) itu yang dimaksud dengan fasilitas pendidikan. Fasilitas seperti laboratorium (komputer, akuntansi, bahasa, dan lain-lain), bengkel, studio dan perpustakaan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan mahasiswa. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai wawasan keilmuannya saja, tetapi juga bagaimana menerapkannya di lapangan. Apalagi untuk jalur pendidikan profesional yang lebih bersifat aplikatif dan menekankan pada ketrampilan.

Sekali lagi, jangan hanya tampilan fisik yang anda perhatikan. Boleh saja PTS memasang foto-foto gedungnya yang megah, laboratorium komputernya yang canggih. Tidak ada salahnya anda coba menanyakan, kapan mahasiswa berkesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Jangan-jangan hanya satu-dua kali per semester, atau hanya untuk mahasiswa tingkat akhir saja. Perhitungkan juga jumlah mahasiswa yang harus menggunakan fasilitas tersebut.

Kualitas dan Kuantitas Dosen

Perkembangan suatu PTS paling gampang dilihat dari jumlah mahasiswanya yang (selalu) bertambah. Ini sangat penting bagi PTS, karena mahasiswa adalah sumber utama (seringkali satu-satunya) pendapatan PTS. Dari merekalah PTS mencukupi kebutuhannya untuk membiayai operasional pendidikan, membangun gedung, menambah fasilitas pendidikan, termasuk membayar gaji dosen dan karyawannya. Oleh karena itulah ada kecenderungan PTS untuk menggali sebanyak mungkin potensi ini, baik secara kualitas (memperbesar uang gedung dan uang kuliah) maupun kuantitas (menerima sebanyak mungkin mahasiswa).

Pada sisi lain, bertambahnya mahasiswa menuntut ditambahnya jumlah dosen. Bukan hal yang mudah mendapatkan dosen dengan jumlah yang memadai, apalagi yang memenuhi kualitas yang dibutuhkan. Padahal Undang-Undang Pendidikan Tinggi mensyaratkan tercapainya nisbah (rasio) antara dosen tetap dan mahasiswa sebesar 1:30 untuk bidang studi IPS dan 1:25 untuk bidang studi IPA. Mungkin faktor dosen ini merupakan salah satu faktor paling sulit bagi suatu PTS, dan karenanya sering diabaikan atau direkayasa.

Pengabaian secara kuantitatif dilakukan dengan membebani dosen yang terbatas jumlahnya dengan beban mengajar yang besar, sehingga waktu dan tenaga dosen-dosen tersebut betul-betul tersita untuk itu. Seringkali hal ini dilakukan dengan mengabaikan aspek kualitas pengajarannya. Hampir tidak tersisa lagi waktu untuk melakukan penelitian atau pengabdian masyarakat yang merupakan pilar-pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Bisa juga suatu PTS memenuhi aspek kuantitas dosen tetap ini, tetapi dengan mengkompromikan kualitasnya. Misalnya dosen yang mengajar tidak sesuai dengan bidang ilmunya, tidak terpenuhinya kepangkatan akademik dalam pengajaran atau bimbingan tugas akhir, dan lain sebagainya.

Perekayasaan positif terjadi dengan penggunaan dosen-dosen tidak tetap. Biasanya dosen tidak tetap ini memenuhi persyaratan kelayakan mengajar, seperti latar belakang pendidikan, gelar dan kepangkatan akademis dan profesionalismenya. Masalahnya, dosen-dosen ini hanya menyediakan waktu yang terbatas kepada mahasiswa sesuai dengan status tidak tetapnya. Bagi PTS, mereka tidak bisa disertakan dalam penghitungan nisbah dosen tetap dan mahasiswa sehingga tidak berpengaruh dalam penentuan status akreditasi.

Yang paling memprihatinkan adalah jika terjadi perekayasaan negatif. Dalam hal ini PTS berusaha dengan segala macam cara untuk memenuhi nisbah tersebut. Misalnya PTS masih mencantumkan nama dosen yang sudah tidak lagi menjadi dosen tetap di sana, atau nama seseorang tercantum sebagai dosen tetap di lebih dari satu PTS. Contoh lain adalah dengan cara meminjam nama. Seseorang yang memenuhi kualifikasi akademis "diangkat" sebagai dosen tetap dengan mendaftarkannya secara resmi ke instansi yang berwenang. Artinya, secara administratif seluruh persyaratan sudah dipenuhi dan "dosen" tersebut juga menerima gaji dari PTS. Tetapi, keterlibatannya dalam kegiatan akademik hampir atau memang tidak ada sama sekali.

Sebelum anda mendaftar, cobalah untuk mencari tahu jumlah dosen tetap di PTS tersebut. Berapa orang yang bergelar S2, S3, dan mungkin ada yang sudah bergelar profesor. Kualitas keilmuan anda sangat banyak ditentukan oleh mereka.



Panduan Memilih PTS

Submitted by bram on Fri, 22/01/2010 - 19:14

"Mau nerusin ke mana?" Itu adalah satu pertanyaan yang sering dilontarkan sesudah kita menyelesaikan studi di SLTA. Pertanyaan klasik yang sederhana tetapi tidak semudah itu untuk menjawabnya. Ngomong-ngomong, apa jawaban anda?

Di Indonesia saat ini terdapat 3000+ Perguruan Tinggi Swasta (PTS), tersebar dari Sabang sampai Merauke (tidak termasuk Timor Leste). Ada PTS berbentuk Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, dan lain-lain. Masing-masing PTS mungkin menyelenggarakan lebih dari satu program studi, dan bisa jadi suatu program studi diselenggarakan dalam 2 atau lebih jalur/jenjang pendidikan, misalnya D1, D3, S1. (Kalau anda kurang memahami istilah-istilah tersebut, saya sarankan anda membaca kembali Struktur Pendidikan Tinggi). Bagaimana anda menentukan PTS pilihan anda? Jurusan apa? Lalu jalur/jenjang pendidikannya? Faktor apa saja yang perlu anda pertimbangkan dalam menentukan pilihan tersebut? Permasalahan menjadi jauh lebih sederhana jika di kota anda hanya ada satu PTS dan, karena satu atau lain hal, anda tidak bisa kuliah di luar kota. Tetapi, kasusnya biasanya tidak demikian. Permasalahan muncul karena anda bisa memilih.

Minat

Faktor utama yang harus anda pertimbangkan adalah minat anda. Hampir boleh dipastikan, tidak ada mahasiswa yang berhasil dalam studinya jika itu bertentangan dengan minatnya. Orang lain, termasuk orang tua, boleh memberikan saran atau masukan apapun, tetapi andalah yang akan menjalani sekian tahun proses belajar di perguruan tinggi. Sudah terlalu sering kita mendengar kegagalan mahasiswa karena ketidakcocokan dengan bidang studi yang diminatinya. Jangan sampai hal ini terjadi pada anda.

Biaya

Kemampuan keuangan sangat menentukan pilihan anda. Ini adalah faktor terpenting berikutnya yang harus anda perhitungkan. Kuliah di perguruan tinggi melibatkan banyak komponen biaya. Anda mungkin geleng-geleng kepala kalau saya sebutkan yang berikut ini, mulai uang pendaftaran, uang gedung, uang kuliah pokok, uang SKS, uang praktikum, uang ujian, uang jaket, uang buku, uang kesehatan, uang KKN, uang skripsi, uang ini, uang itu........ you name it. Belum lagi biaya-biaya tidak langsung, seperti biaya kos, biaya hidup, biaya transportasi, biaya buku, biaya foto copy, dan lain-lain. Kalikan itu dengan sekian tahun masa kuliah anda.

Kalau anda bisa tinggal di rumah selama kuliah, sebaiknya ini yang anda pilih. Jadi, pilihlah PTS yang ada di kota anda. Kalau harus kuliah di luar kota, usahakan untuk tinggal di rumah saudara. Ini akan sangat banyak menghemat.

Sebelum melakukan pendaftaran, tanyakan semua komponen biaya yang harus anda bayarkan di PTS yang bersangkutan. Ingat untuk kuliah anda tidak hanya membayar uang kuliah saja. Tanyakan juga waktu pembayarannya. Biasanya PTS memberlakukan sistem pembayaran yang diharapkan tidak memberatkan mahasiswa, misalnya uang gedung boleh diangsur sekian kali, uang kuliah pokok dan uang SKS tidak dibayarkan bersamaan, dan lain sebagainya. Perhitungkan semuanya jika anda tidak ingin gagal karenanya.

Prospek

Dari ratusan program studi yang ditawarkan oleh PTS, tentu tidak semuanya menjanjikan prospek pekerjaan yang cerah di masa mendatang, 4 - 6 tahun sesudah anda menginjak bangku kuliah. Ada program studi yang tidak populer, sepi peminat karena dianggap tidak menarik atau kurang memberikan harapan pekerjaan dengan hasil yang memadai. Ada juga program studi yang selalu menjadi favorit, walaupun banyak lulusannya yang menganggur. Baik karena kurangnya lapangan pekerjaan atau pun terlalu banyaknya lulusan.

Anda dituntut untuk dapat memprediksi prospek bidang studi yang anda pilih dalam memasuki lapangan pekerjaan sesudah anda lulus nanti. Sebagai contoh, pemerintah pernah menyatakan program studi hukum sebagai jurusan yang sudah jenuh karena jumlah perguruan tinggi penyelenggara dan jumlah mahasiswa yang mengambil program studi ini. Anda harus sangat istimewa di bidang ini untuk dapat bersaing dengan sekian banyak lulusan lainnya.

Apakah hal itu masih berlaku sekarang? Di era reformasi ini kita banyak melihat kasus-kasus hukum yang mulai mencuat ke permukaan. Orang bicara mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Banyak buruh melakukan demo menuntut haknya dipenuhi. Selesaikan secara hukum. Banyak perusahaan dan bank yang memerlukan penyelesaian hukum untuk menuntaskan permasalahan sesudah krisis ekonomi ini. Bukankah logis kalau hal-hal tersebut diselesaikan oleh para sarjana hukum?

Kita lihat juga jurusan pertanian dan kelautan. Sesudah sektor industri dan perbankan terpuruk akhir-akhir ini, orang mulai melirik lagi sektor pertanian. Jumlah penduduk Indonesia yang demikian besar, dan semuanya butuh makan setiap hari, menuntut tersedianya bahan pangan yang cukup untuk itu. Dan bukankah Tuhan memberikan tanah yang demikian subur kepada bangsa kita? Kenapa kita kalah dari Thailand misalnya dalam produksi hasil pertanian?

Bukan hanya tanah subur yang Tuhan berikan kepada kita, tetapi juga laut yang sangat luas dan kaya. Pemerintah pun menyadari hal ini dengan menunjuk seorang menteri yang bertugas untuk mengeksplorasi potensi kelautan Indonesia. Apakah bidang tersebut masih prospektif 5 tahun yang akan datang? Hei.... kita baru saja mulai.

Globalisasi? Tentu saja ini akan sangat menentukan wajah dunia masa datang. Perdagangan bebas, banyaknya perusahaan asing yang masuk ke Indonesia (di antaranya karena aset negara kita terpaksa dijual kepada mereka!), semuanya menuntut standar dunia juga. Bahasa asing (bukan hanya bahasa Inggris), perdagangan internasional, lingkungan, peralatan berteknologi tinggi, komputer, internet, dan banyak lagi akan menjadi tuntutan yang tak terhindarkan.

Saya ingatkan, tidak ada prediksi yang benar 100%. Tetapi akan sangat berguna kalau anda bisa mengantisipasi kondisi di masa depan. Kalau anda merasa tidak mampu melakukannya sendiri, bertanyalah kepada orang tua, guru, teman, konsultan, atau siapapun. Jangan pertaruhkan masa depan anda karena ketidaktahuan ini.

Sesudah ketiga faktor di atas anda pertimbangkan masak-masak, kini tiba saatnya anda memilih perguruan tinggi yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sediakan cukup banyak waktu, karena lebih banyak faktor eksternal dan bersifat teknis yang terlibat di sini.









Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi

Setelah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu, lulusan perguruan tinggi di Indonesia diberi hak untuk menyandang gelar akademik atau sebutan profesional sesuai dengan jalur pendidikan yang ditempuhnya. Pemberian gelar dan sebutan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi.

Struktur pendidikan tinggi di Indonesia mengenal dua jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan akademik dan jalur pendidikan profesional. Pendidikan akademik lebih menekankan pada landasan teori ilmu pengetahuan yang diselenggarakan melalui program Sarjana(S1) dan Pasca Sarjana (meliputi program Magister-S2 dan Doktor-S3). Pendidikan profesional menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi yang diselenggarakan melalui program Diploma(DI, DII, DIII, DIV) dan Spesialis (Sp1 dan SP2).

Gelar Akademik

Perguruan tinggi yang dapat menyelenggarakan pendidikan akademik adalah sekolah tinggi, institut, dan universitas. Lulusannya berhak menyandang gelar akademik Sarjana, Magister, atau Doktor.

Gelar akademik Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama pemilik dengan mencantumkan huruf S untuk Sarjana dan huruf M untuk Magister, disertai nama bidang keahlian yang bersangkutan.

Gelar akademik Doktor ditempatkan di muka nama pemilik dengan mencantumkan huruf Dr.

Sebutan Profesional

Sebutan profesional diberikan kepada lulusan pendidikan profesional. Perguruan tinggi yang dapat menyelenggarakan pendidikan profesional adalah akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Sebutan profesional ditempatkan di belakang nama pemilik.

Lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri

Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga dikatakan bahwa gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi luar negeri tetap memakai pola dan cara pemakaian yang berlaku di negara asalnya.

Gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi luar negeri tidak dibenarkan disesuaikan atau diterjemahkan menjadi gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Demikian pula sebaliknya, gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak boleh diterjemahkan menjadi gelar atau sebutan lulusan perguruan tinggi luar negeri.













Struktur Pendidikan Tinggi Indonesia

Bentuk Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dan dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.

Politeknik menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.

Sekolah Tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.

Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian yang sejenis.

Universitas menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian tertentu.

Jalur Pendidikan

Struktur pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari 2 jalur pendidikan, yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesional.

Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, dan lebih mengutamakan peningkatan mutu serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan.

Pendidikan akademik diselenggarakan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Pendidikan profesional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu, serta mengutamakan peningkatan kemampuan/ketrampilan kerja atau menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi. Pendidikan profesional ini diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Pendidikan akademik menghasilkan lulusan yang memperoleh gelar akademik dan diselenggarakan melalui program Sarjana (S1-Strata1) atau program Pasca Sarjana. Program pasca sarjana ini meliputi program Magister dan program Doktor (S2 dan S3).

Pendidikan jalur profesional menghasilkan lulusan yang memperoleh sebutan profesional yang diselenggarakan melalui program diploma (D1, D2, D3, D4) atau Spesialis (Sp1, Sp2).

Program pendidikan sarjana dan diploma merupakan program yang dipersiapkan bagi peserta didik untuk menjadi lulusan yang berbekal seperangkat kemampuan yang diperlukan untuk mengawali fungsi pada lingkungan kerja, tanpa harus melalui masa penyesuaian terlalu lama.

Program pendidikan pasca sarjana S2 (Magister), S3 (Doktor), dan Spesialis (Sp1, Sp2) merupakan program khusus yang dipersiapkan untuk kegiatan yang bersifat mandiri. Pendidikan S2 dan S3 lebih menekankan pada penelitian yang mengacu pada kegiatan inovasi, penelitian dan pengembangan, Sedangkan pendidikan spesialis ditujukan untuk meningkatkan pelayanan bagi pemakai jasa dalam bidang yang bersifat spesifik.









Kondisi Pendidikan Tinggi Indonesia

Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas. Pendidikan tinggi ini dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Perguruan Tinggi Negeri-PTN), departemen atau lembaga pemerintah yang lain (Perguruan Tinggi Kedinasan-PTK), atau oleh masyarakat (Perguruan Tinggi Swasta-PTN).

Di seluruh Indonesia saat ini terdapat 77 Perguruan Tinggi Negeri yang diselenggarakan di lingkungan Depdikbud, yang terdiri dari 2 Akademi, 26 Politeknik, 4 Sekolah Tinggi, 10 IKIP, 4 Institut, dan 31 Universitas. Ke 77 PTN ini menampung 475.988 mahasiswa (tahun ajaran 1996/1997).

Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat (PTS) berjumlah 1.293, yang terdiri dari 407 Akademi, 9 Politeknik, 571 Sekolah Tinggi, 44 Institut, dan 262 Universitas. Jumlah mahasiswa PTS untuk tahun ajaran 1996/1997 tercatat 1.448.775 orang.

Dari keseluruhan jumlah mahasiswa yang tercatat pada tahun 1996/1997 sebanyak 1.924.763 orang, terlihat bahwa daya tampung perguruan tinggi swasta (75.27%) sudah 3 kali lipat dari daya tampung perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah (24.73%). Hal ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat/swasta dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi harus sangat diperhitungkan. Apalagi kemampuan pertumbuhan daya tampung PTS juga sangat tinggi. Selama dasawarsa terakhir (1986-1996) terjadi peningkatan jumlah PTS hampir 2 kali lipat, yaitu 665 PTS pada tahun 1986 menjadi 1.293 PTS pada tahun 1996.

Perkembangan Jumlah Perguruan Tinggi Swasta 1986-1996

Tahun Akademi Politeknik Sekolah

Tinggi Institut Universitas Jumlah

1986 225 0 208 39 163 665

1987 267 0 251 42 184 744

1988 260 0 271 43 191 765

1989 276 0 318 50 207 851

1990 290 2 350 51 221 914

1991 294 2 373 51 232 952

1992 337 5 394 51 240 1.027

1993 375 9 445 50 243 1.122

1994 380 8 475 48 248 1.159

1995 396 8 526 47 251 1.228

1996 407 9 571 44 262 1.293

Sumber: Direktori Perguruan Tinggi Swasta Indonesia 1996/1997

Jumlah Perguruan Tinggi Swasta Menurut Bentuk

Kopertis Akademi Politeknik Sekolah

Tinggi Institut Universitas Jumlah

I 24 0 61 3 27 115

II 22 0 37 0 13 72

III 84 2 79 7 37 209

IV 42 3 85 3 22 155

V 38 0 18 6 14 76

VI 57 4 18 3 21 103

VII 34 0 98 15 60 207

VIII 12 0 22 3 20 57

IX 23 0 75 2 22 122

X 32 0 34 1 9 76

XI 28 0 30 1 141 73

XII 11 0 14 0 3 28

Jumlah 407 9 571 44 262 1.293

Sumber: Direktori Perguruan Tinggi Swasta Indonesia 1996/1997

















Akreditasi Perguruan Tinggi Indonesia

Status akreditasi suatu perguruan tinggi merupakan cermin kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan dan menggambarkan mutu, efisiensi, serta relevansi suatu program studi yang diselenggarakan.

Saat ini terdapat dua jenis akreditasi yang diberikan oleh pemerintah kepada program studi di perguruan tinggi, yaitu:

1. Status Terdaftar, Diakui, atau Disamakan yang diberikan kepada Perguruan Tinggi Swasta

2. Status Terakreditasi atau Nir-Akreditasi yang diberikan kepada semua perguruan tinggi (Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, dan Perguruan Tinggi Kedinasan).

Karena adanya dua status akreditasi yang sama-sama masih berlaku, saat ini terdapat PTS yang menyandang kedua-duanya untuk program studinya. Hal ini terjadi karena proses pemberian status akreditasi dilakukan melalui dua jalur yang berbeda sesudah terbentuknya Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Sebelumnya, penentuan status didasarkan pada SE Dirjen Dikti No. 470/D/T/1996.

Kemudian pemerintah menetapkan, untuk pelaksanaan akreditasi terhadap suatu PTS/Unit PTS, sepanjang belum pernah dievaluasi (diakreditasi) oleh atau melalui BAN-PT, akan tetap dilakukan berdasarkan peraturan tersebut diatas, tetapi manakala suatu PTS/Unit PTS telah pernah dievaluasi (diakreditasi) oleh atau melalui BAN-PT, maka selanjutnya pelaksanaan akreditasi terhadap PTS yang bersangkutan dilakukan dengan berpedoman pada kriteria atau Borang Akreditasi dari BAN-PT.

Untuk lebih memahami makna kedua jenis status akreditasi tersebut, perlu dilihat pemberian status sebelum adanya BAN-PT serta perbedaannya dengan status akreditasi yang diberikan sesudah adanya BAN-PT.

Sebelum terbentuknya Badan Akreditasi Nasional

Di dalam Pasal 52 Bab XI Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 disebutkan bahwa pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Tetapi sampai dengan terbentuknya Badan Akreditasi Perguruan Tinggi (BAN-PT) akreditasi ini hanya dilakukan terhadap Perguruan Tinggi Swasta saja, sehingga akreditasi didefinisikan sebagai suatu pengakuan pemerintah terhadap keberadaan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Penentuan/peningkatan Status Akreditasi PTS ini didasarkan pada SE Dirjen Dikti No. 470/D/T/1996 dengan pemberian status Terdaftar, Diakui, dan Disamakan kepada Program Studi di suatu perguruan tinggi. Status akreditasi tidak diberikan kepada lembaga, tetapi kepada masing-masing program studi yang ada di PTS yang bersangkutan. Dengan demikian, mungkin terjadi suatu PTS memiliki beberapa program studi dengan status akreditasi yang berbeda-beda.

Dalam melakukan penilaian terhadap program studi dilakukan akreditasi secara berkala, yaitu penilaian terhadap prasarana dan sarana, staf pengajar, maupun pengelolaan program pendidikannya.

Perguruan Tinggi Swasta yang menjadi obyek akreditasi ini tidak statis, tetapi senantiasa berada dalam dinamika. Mungkin menjadi lebih baik karena kemajuan-kemajuannya, atau sebaliknya dapat pula menjadi mundur karena kegagalan-kegagalannya. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu menetapkan masa berlaku status akreditasi yang diberikan kepada suatu program studi tertentu.

Masa Berlaku Status Akreditasi Program Studi Perguruan Tinggi Swasta

Status Masa Berlaku

Terdaftar 5 tahun

Diakui 4 tahun

Disamakan 3 tahun

Sesudah terbentuknya Badan Akreditasi Nasional

Pada bulan Desember 1994 dibentuk BAN-PT untuk membantu pemerintah dalam upaya melakukan tugas dan kewajiban melaksanakan pengawasan mutu dan efisiensi pendidikan tinggi. Pembentukan BAN-PT ini menunjukkan bahwa akreditasi perguruan tinggi di Indonesia pada dasarnya adalah tanggung jawab pemerintah dan berlaku bagi semua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Hal ini sekaligus menunjukkan niat dan kepedulian pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan perguruan tinggi, melayani kepentingan masyarakat, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Karena tidak lagi membedakan negeri dan swasta, pengertian akreditasi dalam dunia pendidikan tinggi adalah pengakuan atas suatu lembaga pendidikan yang menjamin standar minimal sehingga lulusannya memenuhi kualifikasi untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau memasuki pendidikan spesialisasi, atau untuk dapat menjalankan praktek profesinya (to recognize an educational institution as maintaining standards that qualify the graduates for admission to higher or more specialized institutions or for professional practice).

Akreditasi perguruan tinggi yang diterapkan dalam sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk menilai penyelenggaraan pendidikan tinggi. Penilaian itu diarahkan pada tujuan ganda, yaitu:

1. menginformasikan kinerja perguruan tinggi kepada masyarakat

2. mengemukakan langkah pembinaan yang perlu ditempuh terutama oleh perguruan tinggi dan pemerintah, serta partisipasi masyarakat.

Peringkat pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada perguruan tinggi didasarkan atas hasil akreditasi perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh BAN-PT, dengan melakukan akreditasi yang meliputi akreditasi lembaga dan akreditasi program studi.

Kriteria penilaian untuk akreditasi lembaga terdiri atas:

1. Izin penyelenggaraan pendidikan tinggi

2. Persyaratan dan kelayakan penyelenggaraan pendidikan tinggi

3. Relevansi penyelenggaraan program pendidikan dengan pembangunan

4. Kinerja perguruan tinggi

5. Efisiensi pengelolaan perguruan tinggi.

Kriteria penilaian untuk akreditasi program studi terdiri atas:

1. Identitas

2. Izin penyelenggaraan program studi

3. Kesesuaian penyelenggaraan program studi dengan peraturan perundang-udangan

4. Relevansi penyelenggaraan program studi

5. Sarana dan prasarana

6. Efisiensi penyelenggaraan program studi

7. Produktivitas program studi

8. Mutu lulusan.

Klasifikasi penilaian untuk semua kriteria tersebut ditentukan oleh 3 aspek, yaitu mutu (bobot 50%), efisiensi (25%), dan relevansi (25%).

Sesudah melalui penghitungan semua nilai kriteria, didapat peringkat akreditasi perguruan tinggi sebagai berikut:

Nilai dan Peringkat Akreditasi Perguruan Tinggi

Nilai Peringkat

0-400 NA

401-500 C

501-600 B

601-700 A

Mengingat jumlah perguruan tinggi yang menjadi sasaran saat ini lebih dari 3.000, serta bentuk dan ragam program pendidikan yang diselenggarakan, akreditasi perguruan tinggi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Pelaksanaan akreditasi perguruan tinggi oleh BAN-PT diawali dengan melakukan uji coba pada beberapa perguruan tinggi yang menyelenggarakan satu program studi. Selanjutnya dilaksanakan secara berkala dan bertahap serta terus menerus.




sumber : http://www.pts.co.id/

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Terimakasih pak tentang ilmunya ,semoga bermanfaat dan tetap jaya PTN Dan PTS
Di Seluruh Indonesia.


Unknown mengatakan...

terimakasih atas buku pegangan uru kelas 4 semester 2 smg bermanfaat














































terima kasih tentang buku pegangan guru kelas 4 sehingga kami bisa membuat rpp sendiri.