Diambil dari buku
Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya oleh Drg. H. Muhammad Syamsu As. terbitan PT. Lentera Basritama 1996 M.
Semoga dengan hadirnya posting ini, semakin menambah wawasan kebangsaan
dan keberagamaan kita, sehingga diharapkan tidak hanya sekedar
ikut-ikutan didalam berpahaman sebagaimana yang diajarkan sejak kecil
dibangku SD.
Kata Pengantar
Sudah sejak lama "diyakini" bahwa Islam masuk ke Indonesia lewat tangan
orang-orang Gujarat dari India dan orang Persia. Dijaman penulis masih
bersekolah di SD, SMP dan SMA, anggapan umum yang muncul adalah seperti
itu. Buku-buku sejarah Indonesia yang menjadi bahan bacaan kala itu,
semuanya mendukung teori tersebut, bahwa pembawa Islam ke Indonesia
adalah orang Gujarat dan orang Persia.
Pada saat yang sama, kita mengetahui bahwa diberbagai wilayah negeri ini
terdapat sebagian penduduk yang berketurunan Arab yang nota-bene
beragama Islam.
Darimana mereka ini ?
Tentu saja, berarti dahulu terdapat sejumlah orang Arab yang berhijrah
kesini. Dan mereka ini adalah Muslim semua. Lalu, apakah mereka saat itu
tidak menyebarkan Islam ? Jika memang tidak, berarti orang Arab yang
datang ke Indonesia kala itu hanya bertujuan untuk berdagang. Padahal
dalam sejarahnya, bangsa Arab selalu membarengi perjalanan dagangnya
dengan aktivitas dakwah. Mungkinkah Indonesia terkecualikan dari
kebiasaan ini ? Inilah yang menjadi pertanyaan penulis.
Belakangan umat Islam Indonesia beberapa kali mengadakan seminar tentang
masuknya Islam di Indonesia, yaitu di Medan (1963), di Minangkabau
(1969), di Riau (1975), di Aceh (1978-1980) dan terakhir di Palembang
(1984).
Ternyata, kesimpulan semua seminar tersebut sama, yaitu bahwa Islam
masuk di Indonesia secara langsung dari negeri Arab, bukan melalui
tangan kedua, dan ini sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah.
A. Islam masuk di Sumatera Bagian Selatan
Ahmad Mansur Suryanegara, dalam makalahnya yang berjudul "Masuknya Agama
Islam ke Sumatera Selatan" [1] menulis yang dapat penulis simpulkan
garis besarnya sebagai berikut :
Berdasarkan pada besarnya pengaruh kekuasaan politik Islam dimasa itu, yaitu :
- Khulafaur Rasyidin 632-661 Masehi
- Dinasti Umayyah 661-750 Masehi
- Dinasti Abbasiyah 750-1268 Masehi
- Dinasti Umayyah di Spanyol 757-1492 Masehi
- Dinasti Fatimah di Mesir 919-1171 Masehi
- Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih
maju dari bangsa Barat. Saat itu bangsa Arab telah menguasai perjalanan
laut dari Samudra India yang mereka namakan Samudra Persia kala itu.
Sejak pra Islam, maka Teluk Persia dengan pelabuhan Siraf dan Basra
sebagai pusat perdagangan antara negara Arab, Persia, Cina dan negara
Afrika. Sekitar abad ke-10 Masehi, navigasi perdagangannya sampai ke
Korea dan Jepang. Dalam perjalanan perdagangan dengan Cina, Korea,
Jepang, ditengah perjalanan di Selat Malaka mengadakan hubungan dagang
dengan Zabaj (Sriwijaya).
- Seluruh kapal perdagangan yang melewati Selat Malaka singgah untuk
mengambil air minum perbekalan lainnya. Beberapa pelabuhan pantai
penting artinya bagi pelabuhan perbekalan. Begitulah Sriwijaya menguasai
kota-kota pesisir seperti : Lampung, Jambi, Semenanjung Malaka, Tanah
Genting Kra, bahkan Srilanka pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-11.
- Islam masuk didaerah Sriwijaya dapatlah dipastikan pada abad ke-7.
Ini mengingat buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti T'ang
yang memberitakannya utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga
pada tahun 674 Masehi. Karena Sriwijaya sering dikunjungi pedagang
Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal
Islamisasi atau permulaan perkenalan dengan Islam. Apalagi jika di-ingat
berita Cina dijaman T'ang tersebut telah ada kampung Arab Muslim di
Pantai Barat Sumatera pada tahun 674 Masehi. Seperti halnya di Jawa
adanya Makam Islam yang berangka tahun 1082 Masehi, demikian pula di
Champa pada tahun 1039 Masehi. Makam-makam ini sudah ada sebelum
kekuasaan Islam ada, artinya masih dalam kekuasaan non-Islam kala itu.
- Seperti dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta (900 M),
Sulaiman (850 M) dan Abu Zaid (950 M), maka hubungan dagang antara
Khalifah Abbasiyah (750 M - 1268 M) dengan kerajaan Sriwijaya tetap
berlangsung.
Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh
Bangsa Arab pedagang utusan dari Dinasti Umayyah (661 - 750 M) dan
Dinasti Abbasiyah (750 - 1268 M) juga pedagang Sriwijaya sendiri
berlayar kenegara-negara Timur Tengah.
Selanjutnya Ahmad Mansur Suryanegara [1] menulis bahwa sebenarnya kalau
membicarakan masuknya agama Islam ke Indonesia atau ke Sumatera Selatan
dengan sengaja meniadakan peranan bangsa Arab, maka perlu
dipertanyakan lebih lanjut hasil interprestasi sejarahnya. Perlu
dipertanyakan apakah penulisnya membedakan antara pengertian masuknya
Islam dengan telah berkembangnya Islam ?
Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul "Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi Sriwijaya" [2] menulis :
Arya Damar, seorang Adipati kerajaan Majapahit di Palembang, secara
sembunyi-sembunyi telah memeluk agama Islam, karena diajari oleh Raden
Rachmat (Sunan Ampel) ketika singgah di Palembang dari Champa yang akan
meneruskan perjalanannya kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar ini
yang akhirnya dikenal dengan nama Arya Dillah atau Abdullah, berguru
dengan Sunan Ampel di Ampel Denta ketika beliau sudah menetap disini.
Dan ketika Arya Damar kembali ke Palembang, ia selalu mengadakan
hubungan dengan ulama-ulama Arab yang bermukim di Palembang.
Dr. Taufik Abdullah dalam makalahnya yang berjudul "Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera Selatan" [3] menulis :
Van Senenhoven pada tahun 1822 Masehi membawa 55 manuskrip Arab dan
Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan
kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin.
Raden Patah yang menurut tradisi historis adalah anak raja Majapahit,
Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan berguru di Palembang.
Maka setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu
"enclave" Islam terpenting atau bahkan Pusat Islam dibagian Selatan
Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat
perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada
abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh
kebesaran Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan
Palembang sebagai tanah asal.
Kejadian ini berarti peng-Islaman Palembang telah lebih lama daripada
Minangkabau atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari Sulawesi
Selatan (kerajaan Gowa dan kerajaan Laikang).
Diceritakan dalam buku sejarah "Sulu Mindanau" bahwa seorang Syarif yang
bernama Syarif Abubakar yang berasal dari Palembang, telah menyebarkan
Islam ke Sulu dan Mindanau, yang kemudian kawin dengan puteri setempat
bernama Paramisuri.
Menurut H. Rusdy Cosim B.A. dalam makalahnya yang berjudul "Sejarah Kerajaan Palembang dan Perkembangan Hukum Islam" [4] mengemukakan :
Menukil kisah pelayaran Sulaiman didalam bukunya Akhbar As Sind Wal Hino
yang diterjemahkan oleh R. Ramaudot, terbitan London 1733 Masehi,
dinyatakan bahwa : "Seribuza (Sriwijaya) telah dikunjungi oleh
orang-orang Arab Muslim, bahkan diantara mereka ini disamping mengadakan
hubungan dagang juga menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk dan
malah ada yang akhirnya menetap serta kawin dengan wanita setempat."
Ini memberi keyakinan kepada kita bahwa dengan kutipan diatas bahwa
agama Islam telah masuk didaerah Sumatera Selatan pada masa kekuasaan
Dapunta Hyang Sriwijaya.
Selanjutnya Rusdi Cosim B.A. juga menulis :
Dimasa Sultan Muhammad Mansur, mencatat nama ulama besar yaitu Sayid
Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang
lebih terkenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa dalam
menyebarkan agama Islam didaerah Komering Ilir dan Komering Ulu
bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus
merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.
Disamping itu ada pula ulama-ulama dijaman Kesultanan, diantaranya :
1. Kyai Haji Kemas Abdul Somad (K.H.K. Abdul Somad Falembani)
2. Kyai Haji Masagus Abdul Hamid bin Masagus Mahmud (Kyai Marogan) dll.
Masuk dan berkembangnya agama Islam dibawa langsung oleh orang Arab
Muslim, terutama akibat pertentangan antara kelompok Bani Umayyah dan
Bani Abbasiyah dengan kelompok Alawiyin.
Disamping itu ada juga ulama-ulama dari Iran dan India, tetapi tidak
mungkin mengatasi pengaruh Arab, baik dari segi jumlah maupun
kualitasnya.
Menurut Salmad Aly didalam makalahnya yang berjudul "Sejarah Kesultanan Palembang" [5] menulis:
Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan Kesultanan Palembang, agama Islam
telah lama ada dikawasan ini. Islam masuk Palembang kira-kira pada tahun
1440 M., dibawa oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel). Pada waktu itu
Palembang berada dibawah kepemimpinan Arya Damar dan merupakan bagian
dari Kerajaan Majapahit.
Mengenai Raden Rachmat ini, diceritakan oleh Arnold sebagai berikut :
"Salah seorang puteri raja Campa, sebuah negara kecil di Kamboja, di
Timur Teluk Siam, kawin dengan seorang Arab yang datang ke Campa untuk
tugas dakwah Islam. Dari perkawinan ini lahir Raden Rachmat yang diasuh
dan dididik oleh ayahnya menjadi seorang Islam sejati."
Selanjutnya, Kyai Gede Ing Suro ini, menurut Faile, adalah turunan
Panembahan Palembang dan istrinya asal dari keluarga Sunan Ampel, ia
adalah dari garis keturunan Panembahan Parwata, Pangeran Kediri dan
Pangeran Surabaya.
Sementara dari sumber-sumber Palembang, diperoleh keterangan bahwa ia
adalah putera Sideng Laut, salah seorang turunan Pangeran Surabaya. Dia
masih memiliki hubungan silsilah dengan Sayidina Husein, putera dari
Ali bin Abu Thalib, sepupu dan menantu langsung dari Nabi Muhammad Saw
dari puteri kandung beliau Fatimah az-Zahra.
Salah seorang cucu Sayidina Husein merantau ke Campa, memperistrikan
salah seorang puteri Campa yang kemudian melahirkan Maulana Ishaq dan
Maulana Ibrahim.
Orang-orang Arab pada masa ini terdaftar sekitar 500 Jiwa yang
kebanyakan tinggal ditepi sungai Musi, diantara mereka ada yang mendapat
gelar dari Sultan, seperti Pangeran Umar.
Mereka sering membantu Sultan ketika dibutuhkan.
Pada waktu Belanda menyerang Palembang tahun 1821 Masehi (dimasa
pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II yang akhirnya diasingkan ke
Ternate), benteng Sultan dikepulauan Kemaro dan Plaju dipertahankan oleh
orang-orang Arab. Hampir semua meriam dikedua benteng ini dipegang
oleh orang-orang Arab.
Drs. Barmawie Umary didalam makalahnya "Masuknya Islam didaerah Ogan Komering Ulu dan Komering Ilir" [6] menulis :
Ada tiga orang ulama yang paling berpengaruh didaerah Komering Ulu dan Komering Ilir :
1. Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari/Raden Amar/Ratu Panembahan.
2. Tuan Tanjung Darus (Idrus) Salam
3. Tuan Dipulau/Said Hamimul Hamiem.
Ketiganya dikenal dengan populer oleh masyarakat sebagai Waliullah
pembawa agama Islam. Keturunan seorang putera yaitu Raja Montik
berputera Kyai Djaruan berputera Tuan Penghulu I berputera Tuan Ketip
Kulipah I berputera Tuan Ketip Kulipah II yang berputera 2 orang; yaitu
Tuan Penghulu II dan adiknya adalah Tuan Labai/Kyai Labai Djamal.
Dan yang membantu Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari dalam
menyiarkan Islam didaerah ini adalah Tuan Raja Setan, Tuan Teraja Nyawa,
Said Makhdum, Mataro Sungging, Rio Kenten Bakau, Usang Puno Rajo,
Usang Pulau Karam, Usang Dukunb dan Kaharuddin Usang Lebih Baru Ketian.
Makam Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari adalah disebuah
pulau diseberang dusun Tanjung Atap dan Pulau ini termasyur dengan
sebutan "Pulau Sayid Umar Baginda Sari."
Agama Islam mulai masuk dan disyiarkan didaerah Marga Madang Suku I oleh
Tuan Umar Baginda Saleh, yaitu putera tertua dari Sunan Gunung Jati
Cirebon (Syarif Hidayatullah), jadi kakak dari Sultan Hasanuddin Banten.
Masuk didaerah ini sekitar tahun 1575-1600 M dan yang bertempat
tinggal didusun Mandayun, sesudah itu menyiarkan agama Islam didaerah
Tanjung Atap Ogan Komering Ilir sampai wafatnya.
Didaerah marga Semendawai Suku III, penyiar agama Islam adalah Tuan
Tanjung Idrus Salam atau disebut juga Sayid Ahmad dengan mengambil
tempat kedudukan dusun Adumanis. Ulama didaerah Semendawai Suku II dan
Suku I sekitar tahun 1600 M adalah Tuan Dipulau atau Sayid Hamimul
Hamiem dengan mengambil didusun Negara Sakti
Dimarga Bengkulah, pembawa dan penyiar Islam adalah Moyang Tuan
Syarif Ali dan Tuan Murarob yang berasal dari Banten dan dibantu oleh
Tuan Tanjung Idrus Salam.
Sumber Literatur :
[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Masuknya Agama Islam ke Sumatera Selatan,
Majlis Ulama Daerah Tk. I Sumatera Selatan, Palembang 1984.
[2] Drs. M. Dien Majid, Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi
Sriwijaya, Majlis Ulama Daerah Tk. I Sumatera Selatan, Palembang 1984.
[3] Dr. Taufik Abdullah, Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera
Selatan, Majlis Ulama Daerah Tk. I Sumatera Selatan, Palembang 1984.
[4] H. Rusdy Cosim B.A, Sejarah Kerajaan Palembang dan Perkembangan
Hukum Islam, Sekretariat Panitia Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam
di Sumatera Selatan, Palembang 1984.
[5] Salman Aly, Sejarah Kesultanan Palembang, Sekretariat Panitia
Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan, Palembang
1984.
[6] Drs. Barmawie Umary, Masuknya Islam didaerah Ogan Komering Ulu dan
Komering Ilir, Sekretariat Panitia Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam
di Sumatera Selatan, Palembang 1984
Sumber:
http://islamic.xtgem.com/update26juni2008/islamic_studies/lain2_01.htm
Sumber : http://desapulaugemantung.blogspot.co.id/2010/11/perkembangan-islam-di-bumi-sriwijaya.html